Xinjiang di persimpangan Belt Road dan Olimpiade Musim Dingin


BEIJING (Kabargadget) – Membicarakan Xinjiang memang tidak ada habisnya, bahkan bagi orang yang belum pernah mengunjungi wilayah paling barat China itu.

Etnis minoritas Uighur yang merupakan mayoritas penduduk Xinjiang selalu menjadi isu sentral.

Terorisme, ekstremisme, dan radikalisme agama terkait erat dengan etnis minoritas ini, yang secara lahiriah berbeda dengan etnis lain di China.

Uyghur di Xinjiang identik dengan Islam meskipun mereka bukan satu-satunya etnis minoritas Muslim di China.

Tajik, Kazakh, Salar, Mongol, dan Hui adalah etnis minoritas Muslim yang juga mendiami wilayah tingkat provinsi terbesar di China.

Faktanya, Xinjiang bukan hanya orang Uighur. Ada Tianshan, gunung indah berselimut salju yang membentengi China dengan negara-negara di utara, barat, dan selatan dari Mongolia, Rusia, Kazakhstan, Tajikistan, Afghanistan, Pakistan, hingga India.

Belum lagi seni dan budaya yang dilestarikan secara turun temurun oleh etnis Uighur menambah panjang daftar kekayaan tak berwujud yang dimiliki Xinjiang.

Baca juga: Grand Bazaar Jadi Objek Favorit Liburan Hari Buruh di Xinjiang

Keindahan panorama, kekayaan tradisi, dan keragaman kuliner yang dominan dengan cita rasa khas Timur Tengah menjadikan Xinjiang magnet bagi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.

Kota Kashgar dan Kota Urumqi masih dikunjungi jutaan wisatawan domestik selama musim liburan Hari Nasional, 1-8 Oktober.

Turis domestik mendominasi karena China belum membuka pintu bagi turis asing. Standar China masih terlalu tinggi, nol kasus COVID-19!

Jangankan turis asing, mahasiswa asing masih belum diperbolehkan untuk kembali ke China, meskipun otoritas setempat telah berulang kali membahas pembukaan untuk kalangan ini.

Sebelum pandemi, Kashgar bisa dikunjungi tiga juta turis setahun, kata seorang pejabat Pemerintah Daerah Otonomi Xinjiang kepada Kabargadget di sela-sela kunjungan ke kota yang berbatasan dengan Afghanistan dan Pakistan pada April itu.

Tentu saja ia sangat ingin melihat kawasan Kota Tua dan Masjid Idkah yang menjadi ikon Kashgar kembali dipenuhi turis, seperti di masa-masa sebelum pandemi COVID-19.

Stigma dan Trauma
Xinjiang masih belum mampu menghapus pengalaman buruk serangkaian konflik horizontal yang berlangsung relatif lama.

Meski bara konflik sudah padam, trauma itu masih belum hilang. Belum lagi stigma terhadap etnis tertentu yang justru menimbulkan masalah baru.

Kebijakan deradikalisasi dan de-ekstremisme yang diambil Beijing melahirkan berbagai prasangka yang berujung pada dugaan pelanggaran HAM dari pihak luar.

Kerja paksa, genosida, kekerasan, pembatasan aktivitas sosial, dan isu kemanusiaan lainnya masih mendominasi pemberitaan tentang Xinjiang di luar sana.

Pesatnya pembangunan infrastruktur, meningkatnya taraf hidup etnis Uighur, dan kebangkitan ekonomi lokal belum mampu mensejajarkan Xinjiang dengan provinsi lain dalam program pembangunan berkelanjutan di negara berpenduduk 1,4 miliar jiwa itu.

Isu Xinjiang dan Uighur masih menjadi batu sandungan bagi beberapa negara dalam menjalin kemitraan dengan China, meskipun sebagian besar dari mereka menyadari bahwa Xinjiang dan Uighur adalah urusan dalam negeri China.

Dalam perspektif norma hubungan internasional, tidak ada negara di dunia yang boleh mencampuri urusan dalam negeri negara lain.

Baca juga: Sindiran AS, Xinjiang Angkat Film “The Kite Runner”

Beijing juga menyadari bahwa Xinjiang adalah etalase China bagi dunia luar, terutama karena wilayah geografisnya yang sangat strategis.

Xinjiang tidak hanya menjadi poros utama Jalur Sutra Kuno sejak Dinasti Qin, dinasti pertama China yang beribukota Chang’an –atau sekarang dikenal sebagai Xi’an, ibu kota Provinsi Shaanxi.

Kini Xinjiang telah menjadi jalur utama distribusi barang dan jasa dari China ke Asia Barat dan Eropa sebagaimana tercantum dalam peta Belt and Road, gagasan Presiden Xi Jinping yang diluncurkan pada tahun 2013.

Pesatnya pembangunan di berbagai sektor, termasuk program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat lokal, belum memberikan catatan positif bagi Xinjiang, khususnya di mata Barat.

Yang masih panas adalah ketika beberapa negara Barat mengancam akan menarik diri dari keikutsertaannya dalam Olimpiade Musim Dingin (Winter Olympic) tahun depan di Beijing dengan mengangkat isu pelanggaran HAM di Xinjiang.

Beijing kembali terus melontarkan sanggahan dan sanggahan guna menghilangkan stigma tersebut dengan berbagai propaganda seperti penerapan Bullet Theory dalam ilmu komunikasi.

Xinjiang seolah menjadi senjata baru bagi musuh China seperti yang dijelaskan oleh David Ferguson, mantan jurnalis Inggris yang kini menjadi penerjemah senior di Foreign Language Press.

Xinjiang sangat mungkin menjadi subyek eksploitasi Barat dalam menyerang China di dua titik sasaran sekaligus, BRI dan Olimpiade Musim Dingin.

Baru-baru ini, Pemerintah Daerah Otonomi Xinjiang, dengan dukungan Public Information Office (SICO) Dewan Pemerintah China, mengadakan Forum Pembangunan Xinjiang di Beijing sebagai upaya untuk menghilangkan stigma tersebut.

Melalui forum yang digelar satu hari pada 15 November, Xinjiang mendengar kritik dari duta besar negara sahabat, diplomat, perwakilan media asing, pengusaha internasional, dan akademisi.

Baca juga: Xinjiang Tolak Permintaan Uni Eropa Temui Penjahat

Penulis yang mendapat kesempatan menjadi pembicara pada sesi utama forum tersebut memiliki beberapa catatan penting tentang Xinjiang.

PertamaSebagai jendela luar China, tentunya Beijing harus menjaga Xinjiang dengan sebaik-baiknya agar tetap menarik bagi dunia luar.

Kedua, transparansi adalah kunci utama dalam membangun kepercayaan internasional untuk memuluskan rencana pembangunan jangka panjang China, termasuk BRI dan Olimpiade Musim Dingin.

KetigaDalam hal peningkatan kapasitas SDM harus dilandasi semangat kesetaraan dan keadilan tanpa diskriminasi dengan dalih apapun.

Dan terakhir, kebutuhan dasar masyarakat Xinjiang, baik eksternal maupun internal, harus dipenuhi tanpa memandang latar belakang etnis karena perkembangan pesat China yang terlihat dalam dua dekade terakhir serta partisipasi semua elemen masyarakat.

Bukan pekerjaan sulit bagi China untuk menerapkan keempat hal di atas.

Namun yang perlu digarisbawahi adalah konsistensi dan konsistensi dalam melaksanakan keempat hal tersebut akan mampu menangkal tuduhan demi tuduhan yang telah ditujukan ke China melalui berbagai isu terkait Xinjiang.

Baca juga: AS Januari 2022 Luncurkan Proyek Infrastruktur Saingi China

Baca juga: Media berharap kerja sama Xinjiang dengan Indonesia terus ditingkatkan

Sutra Atlas Xinjiang tradisional China bangkit kembali

Oleh M. Irfan Ilmie
HAK CIPTA © Kabargadget 2021

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *